Policy forum yang dikemas dalam bentuk seminar nasional ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan dalam memformulasikan kebijakan penggunaan jarum suntik yang aman/ safer needle device (SND) di Indonesia. Kegiatan yang digagas peneliti dari Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia (FIK UI) ini diadakan karena masih tingginya cedera akibat benda tajam khususnya jarum suntik pada tenaga kesehatan. WHO mencatat 40% dari 16 miliar suntikan dengan peralatan injeksi yang digunakan berulang (re-used) menyebabkan cedera dan menyebarkan penyakit menular seperti hepatitis dan HIV1. Cedera jarum di Asia seperti Cina dan Taiwan pun masih tinggi, terbukti dari 64,9% perawat di salah satu rumah sakit (RS) di Nanjing, Cina mengalami CJS2. Sebanyak 420 RS terakreditasi di Taiwan telah memiliki program pengawasan terhadap insiden ini, namun mengalami 8,100 cedera perkutan per 180,000 tenaga kesehatan purnawaktu setiap tahunnya atau sekitar 45% dari paparan setiap tahun2. Cina dan Taiwan merupakan negara yang telah mengkampanyekan penggunaan SND namun angka CJS masih tinggi. Indonesia belum memulai kampanye tersebut dan belum memiliki kebijakan terkait penggunaan SND. Kebijakan keselamatan pasien dan keselamatan kerja telah dimiliki namun belum spesifik mengarah pada penggunaan SND.
Kebijakan penggunaan SND telah ditekankan World Health Organization. The World Health Organization (WHO) merekomendasikan RS untuk menggunakan perangkat injeksi yang aman dan mendorong kebijakan untuk beralih menggunakan perangkat tersebut secara ekslusif pada tahun 20201. Masalah terkait CJS masih banyak terjadi disebabkan penggunaan jarum yang belum sesuai dengan pedoman, standar penggunaan perangkat juga perlu pengujian kualitas serta keamanannya. WHO mendorong setiap negara memiliki pedoman terkait pengelolaan SND. WHO telah melakukan kampanye untuk keselamatan dan keamaan jarum suntik. International Standard Organizational (ISO) juga telah mendefinisikan dengan jelas persyaratan bagi produsen produk untuk menyediakan SND yaitu pada ISO 7886- bagian 3 dan 4 serta ISO 23908. Intinya dari ISO tersebut yaitu menggunakan jarum suntik sekali pakai dan menggunakan jarum suntik dengan pengaman agar terhindar dari cedera.
The Centers for Disease Control and Prevention (CDC) memperkirakan sekitar 385,000 cedera dikarenakan benda tajam terjadi setiap tahunnya dan dialami oleh sebagian besar tenaga kesehatan di RS3. Data dari the Exposure Prevention Information Network (EPINet) menunjukkan bahwa cedera tersebut dapat dikurangi, tahun 2001-2006 terjadi penurunan cedera sebanyak 31,6% pada ruangan non bedah di RS4. Cedera benda tajam ini berkurang setelah adanya undang-undang keselamatan atau pencegahan cedera benda tajam (needlestick safety and prevention act). Oleh karena itu kegiatan seminar ini bertujuan untuk menelaah kebijakan di Indonesia dalam mencegah cedera benda tajam khususnya jarum suntik.
Narasumber pada policy forum ini sangat kredibel dalam bidang ini yaitu Ns. Gortap, S.Kep, MPH Sitohang sebagai perwakilan dari Perkumpulan Pengendalian Infeksi Indonesia (Perdalin), Wardanella, CVRN, S.KM, M.M selaku Ketua umum Himpunan Perawat Pengendali Infeksi Indonesia (HIPPII), Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ketua Persatuan Rumah Sakit Indonesia (PERSI), Ketua umum Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS), Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes RI, Direktur Umum BPJS Ketenagakerjaan, dan expert research dari Singapura.
Kegiatan seminar nasional ini diselenggarakan dalam rangka program Tridharma Perguruan Tinggi Dr. Hanny Handiyani, S. Kp, M.Kep, Dr. Rr. Tutik Sri Hariyati, S. Kp, M. Kes, dan Ns. Shanti Faridha Rachmi, S. Kep, M. Kep, Sp. KMB yang melakukan penelitian dengan dibiayai oleh Kemenristekdikti program Penelitian Dasar Untuk Perguruan Tinggi (PDUPT) tahun kedua dari rencana tiga tahun. Persiapan telaah awal kebijakan telah dilakukan sebelum seminar bersama 4 IPCN dari 4 RS terakreditasi JCI yaitu RSCM (Ns. Gortap Sitohang, SKep, MPH), RSF (Ns. Any Ristrianawati, S.Kep), RSPP (Ns Susilowati, SKep), dan RSGS (Ns. Laurentia, SKep., MKep). Kegiatan ini tak luput dari kontribusi panitia Tuti Afriani, S. Kp, M. Kep, Ns. Imelda Avia, S. Kep, M. Kep, Ns. Marina, S. Kep, M. Kep, Ns. Sancka Stella, S. Kep, M. Kep, Ns. Aris Teguh Hidayat, S.Kep, M.Kep, dan 20 mahasiswa regular serta ekstensi angkatan 2018 yang tanpa mengurangi rasa hormat mohon maaf tidak dapat disebutkan satu per satu. Kesuksesan acara ini juga merupakan dukungan besar Agus Setiawan, S.Kp, MN, DN selaku Dekan FIK-UI.
Kegiatan ini membicarakan kebijakan kesehatan dalam mencegah CJS dan benda tajam lain, kebijakan organisasi profesi dalam pencegahan CJS dan benda tajam lain, peran HIPPI dalam mencegah CJS dan benda tajam lain, dukungan PERSI dalam mencegah CJS dan benda tajam lain, strategi RS dalam mencegah CJS dan benda tajam lain sesuai Standar Akreditasi Nasional RS, jaminan asuransi kesehatan dalam penanganan CJS dan benda tajam lain, dan kebijakan penggunaan SND di Indonesia. Kegiatan ini dapat bermanfaat membangun kesedaran akan pentingnya penggunaan SND dalam mencegah CJS dan benda tajam lainnya, penguatan kebijakan dalam mencegah CJS dan benda tajam lainnya serta meningkatnya pengetahuan peserta akan pencegahan serta penanganan CJS dan benda tajam lainnya. Peserta dari 9 RS terakreditasi A berjumlah 284 perawat klinis plus IPCN, ketua K3 RS dan unsur pimpinan RS juga dapat mengetahui adanya dampak dari kampanye penggunaan SND, kebijakan terkait pencegahan dan penanganan CJS serta benda tajam lainnya. Kebijakan jaminan asuransi kesehatan dalam penanganan CJS dan benda tajam lainnya.
Kegiatan policy forum diakhiri dengan simulasi penggunaan SND oleh peserta, evaluasi kegiatan, dan menyepakati kebijakan penggunaan SND dalam mencegah CJS dan benda tajam lainnya yang ditandatangani oleh narasumber, pengampu penelitian ini serta perwakilan peserta. Akhir acara ditutup dengan penyimpulan kegiatan dan rencana tindak lanjut kegiatan dalam melahirkan kebijakan penggunaan SND di Indonesia.
