Kasus kekerasan terhadap tenaga kesehatan kembali menjadi sorotan publik. Peristiwa ini tidak hanya melukai individu yang menjadi korban, tetapi juga meninggalkan luka mendalam pada dunia pelayanan kesehatan. Padahal, para tenaga kesehatan adalah garda terdepan yang setiap hari berjuang untuk menjaga, merawat, dan memulihkan kesehatan masyarakat.

Isu ini kian relevan dengan peristiwa terkini yang ramai diperbincangkan: insiden kekerasan yang dilakukan oleh keluarga pasien terhadap tenaga kesehatan di salah satu fasilitas kesehatan. Kejadian ini mencerminkan masih rendahnya pemahaman masyarakat akan peran tenaga kesehatan, sekaligus menegaskan perlunya langkah tegas untuk melindungi mereka.

Menanggapi situasi ini, Prof. Agung Waluyo, S.Kp., M.Sc., Ph.D, Guru Besar Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia (FIK UI) beserta Guru Besar dari FKUI dan FKMUI, hadir dalam diskusi panel yang digelar oleh ILUNI FKUI yang melibatkan Rumpun Ilmu Kesehatan UI pada Sabtu, 23 Agustus 2025 di Salemba UI. Diskusi panel ini bertajuk “Stop Kekerasan terhadap Tenaga Kesehatan”. Dalam forum tersebut, Prof. Agung menyampaikan sikap FIK UI sekaligus menekankan pentingnya menghadirkan komunikasi yang humanis dan perlindungan nyata bagi tenaga kesehatan.

“Tenaga kesehatan bukanlah musuh. Mereka hadir untuk menolong, melindungi, dan mendampingi masyarakat di saat paling rentan. Kekerasan dalam bentuk apapun, baik fisik, verbal, maupun psikologis, tidak hanya menyakiti mereka secara pribadi, tetapi juga mengganggu keberlangsungan layanan kesehatan,” ujar Prof. Agung.

Untuk mencegah terulangnya kasus serupa, para Guru Besar Rumpun Ilmu Kesehatan Universitas Indonesia menawarkan beberapa langkah konkret:

1. Strengthening regulations and law enforcement : Penegakan aturan dan hukum yang lebih tegas terhadap pelaku kekerasan akan memberikan efek jera sekaligus rasa aman bagi tenaga kesehatan.
2. Improving public health literacy : Literasi kesehatan masyarakat perlu ditingkatkan melalui edukasi berkelanjutan, sehingga tumbuh saling pengertian, rasa hormat, dan kepercayaan antara tenaga kesehatan dengan masyarakat.
3. Improving the humanistic communication system : Sistem komunikasi dalam pelayanan kesehatan perlu dibangun dengan pendekatan humanis, agar interaksi tenaga kesehatan dengan pasien dan keluarga berlangsung penuh empati, transparansi, dan saling menghargai.
4. Synergy between health professionals and professional institutions : Kolaborasi lintas profesi dan institusi kesehatan diperlukan untuk mendorong kebijakan yang menjamin keselamatan sekaligus kesejahteraan tenaga kesehatan.

Para Guru Besar menegaskan bahwa perlindungan tenaga kesehatan adalah bagian tak terpisahkan dari perlindungan hak asasi manusia dan keberlanjutan sistem kesehatan nasional.

“Kesehatan masyarakat hanya bisa terjaga jika tenaga kesehatan terlindungi. Mari mulai melihat mereka sebagai mitra yang tulus bekerja untuk kehidupan kita,” tutup Prof. Agung.