Promosi Doktor

Riset Doktoral FIK UI Ungkap Praktik Budaya Perawatan Diri Pasien Hipertensi di Bima: Perpaduan Tradisi dan Spiritualitas dalam Keperawatan

Diposting di:

4 Juli 2025

Depok, 4 Juli 2025 – Dalam masyarakat dengan kearifan lokal yang kuat, seperti etnis Bima di Nusa Tenggara Barat, penyakit tidak semata-mata dimaknai sebagai gangguan medis, melainkan juga bagian dari pemaknaan budaya dan spiritual. Hal ini menjadi fokus penting dalam penelitian doktoral yang dilakukan oleh Martiningsih, Doktor dari Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia (FIK UI), yang secara resmi meraih gelar Doktor Ilmu Keperawatan dalam Sidang Terbuka Promosi Doktor yang berlangsung pada Jumat, 4 Juli 2025.

Melalui disertasi berjudul “Eksplorasi Budaya Perawatan Diri pada Pasien Hipertensi di Bima: Studi Ethnonursing,” Martiningsih menyuguhkan kajian mendalam mengenai bagaimana kepercayaan, norma sosial, dan budaya lokal membentuk pemahaman dan perilaku perawatan diri pasien hipertensi. Penelitian ini menjadi kontribusi penting dalam pengembangan keperawatan berbasis budaya (cultural care) yang berorientasi pada kebutuhan kontekstual masyarakat Indonesia yang beragam.

Sidang ini dipimpin oleh Prof. Agung Waluyo, S.Kp., M.Sc., Ph.D. selaku ketua sidang, didampingi oleh Dr. Enie Novieastari, S.Kp., M.S.N. sebagai promotor, Dr. Astuti Yuni Nursasi, S.Kp., M.N. sebagai ko-promotor I, dan Prof. Dr. drg. Ella Nurlaella Hadi, M.Kes. sebagai ko-promotor II. Hadir pula para penguji dari berbagai bidang, yaitu Dr. I Made Kariasa, Prof. Dr. Abdul Wahid, Hening Pujasari, Ph.D., dan Prof. Kusman Ibrahim, Ph.D.

Obat Tradisional Lebih Dipercaya, Hipertensi Dianggap Bisa Sembuh Sendiri

Dengan pendekatan ethnografi keperawatan dan metode Ethnonursing Research Method (ERM), penelitian ini dilakukan di tiga wilayah kerja puskesmas yang mewakili area rural dan urban di Bima. Data diperoleh dari observasi partisipatori dan wawancara mendalam pada 16 pasien hipertensi, serta 12 perawat, 23 tokoh masyarakat, dan 16 anggota keluarga yang berperan sebagai care giver utama.

Hasil studi menunjukkan bahwa banyak pasien etnis Bima memandang hipertensi sebagai penyakit biasa yang dapat sembuh sendiri. Obat medis dinilai memiliki efek samping yang berbahaya, sementara pengobatan tradisional lebih dipercaya dan menjadi praktik utama dalam perawatan diri. Berbagai praktik parawatan diri tradisional Bima ditemukan dalam studi ini, seperti lo’i nono (obat minum herbal), lo’i bore (obat balur), mama-sampuru (pengobatan kunyah-sembur), isu-cena (obat yang diembunkan semalam untuk kepala), hingga kece kau’a (pijat urat tradisional). Tak hanya itu, pendekatan spiritual melalui zikir dan doa juga menjadi bagian integral dalam praktik penyembuhan.

Masyarakat juga masih mempercayakan penyembuhan kepada para pengobat tradisional atau “sando”, dan melakukan pemeriksaan tekanan darah hanya jika gejala dirasa mengganggu. Di daerah pedalaman, penggunaan kulit pohon sebagai bahan obat masih dilakukan, mencerminkan kekayaan pengetahuan lokal dalam pengobatan tradisional.

Penelitian ini juga mengungkap adanya lima dimensi budaya yang menjadi pijakan dalam praktik perawatan diri pasien, yaitu: nilai budaya dan cara hidup, aspek spiritual dan agama, peran keluarga dan sosial, faktor biologis, serta teknologi dan layanan kesehatan. Semua aspek tersebut saling terkait dalam membentuk perilaku self-care yang otonom namun sangat kental dengan identitas budaya.

Martiningsih menekankan bahwa pemahaman terhadap sistem kepercayaan dan budaya lokal ini penting bagi perawat agar bisa merancang asuhan keperawatan yang lebih empatik, personal, dan dapat diterima oleh pasien. Pendekatan yang mengabaikan aspek budaya justru berisiko menurunkan kepatuhan pasien terhadap pengobatan dan memperbesar kesenjangan layanan kesehatan.

FIK UI Dorong Keperawatan Kontekstual untuk Indonesia yang Beragam

Riset ini mempertegas komitmen FIK UI dalam memajukan ilmu keperawatan berbasis evidence dan berakar pada realitas sosial-budaya Indonesia. Melalui pendekatan ethnonursing, Martiningsih telah menunjukkan bahwa pelayanan keperawatan yang bermakna tidak hanya ditentukan oleh protokol medis, tetapi juga oleh pemahaman terhadap nilai-nilai hidup masyarakat yang dilayani.

FIK UI menyampaikan apresiasi yang tinggi atas kontribusi Dr. Martiningsih dalam memperluas cakrawala praktik keperawatan berbasis budaya. Temuan dari disertasi ini dapat menjadi dasar penting dalam pengembangan model asuhan keperawatan holistik, khususnya di komunitas yang memiliki budaya kuat, sekaligus menjadi wujud nyata semangat FIK UI Unggul dan Impactful dalam menjawab tantangan kesehatan masyarakat secara kontekstual.

Bagikan artikel ini:

id_ID