Senin, 28 November 2016, bertempat di Gedung Rumpun Ilmu Kesehatan UI Depok, diselenggarakan Public Lecture oleh Gabriel Culbert, Ph. D., R.N. dari University of Illinois at Chicago—College of Nursing. Kuliah umum tersebut dihadiri oleh mahasiswa Program Sarjana Angkatan 2015 FIK UI.
Didampingi oleh Manajer Kerjasama dan Hubungan Alumni FIK, Agung Waluyo, Ph.D., Gabriel menyampaikan materi dengan topik “HIV Medication Adherence Counseling.”
Dalam kesempatan tersebut, Gabriel menyampaikan hasil penelitiannya pada Orang Dengan HIV/ AIDS (ODHA) di beberapa Lembaga Pemasyarakatan (lapas) di Jakarta. Gabriel mengungkapkan bahwa HIV dapat dikendalikan jika si penderita mendapatkan perawatan. Perawatan yang dimaksud salah satunya adalah dengan mengonsumsi Antiretroviral (ARV), yaitu obat yang dapat menghentikan reproduksi HIV di dalam tubuh. Bila pengobatan tersebut bekerja secara efektif, maka kerusakan kekebalan tubuh dapat ditunda bertahun–tahun dan dalam rentang waktu yang cukup lama sehingga orang yang terinfeksi HIV dapat mencegah AIDS. Namun virus HIV masih ada di dalam tubuhnya dan tetap bisa menularkan pada orang lain.
“Taking ARV means you spend less time at the hospital and more at home,” ungkap Gabriel ketika menekankan pentingnya ARV bagi penderita HIV. Walaupun terlihat sehat, bukan berarti keadaan penderita HIV tidak akan memburuk. Tipe virus HIV ada banyak, jika sudah terinfeksi satu jenis, masih mungkin terinfeksi jenis yang lain. Karena itu, sangat penting bagi mereka untuk mengonsumsi ARV.
Meskipun demikian, mengonsumsi ARV bukanlah hal yang mudah bagi penderita HIV. Sebagian penderita HIV cenderung memiliki kekhawatiran untuk mengonsumsi ARV. Umumnya, mereka khawatir beratnya beradaptasi untuk mengonsumsi ARV setiap hari, anggapan keluarga dan orang terdekat, dan efek samping yang timbul. Dukungan serta motivasi keluarga dan orang terdekat, serta kesiapan penderita adalah aspek yang menentukan untuk memulai ARV.
Selain menyampaikan mengenai pentingnya ARV bagi penderita HIV, Gabriel juga memberikan beberapa tips bagi perawat untuk berkomunikasi dengan para penderita HIV. Di Indonesia, kurangnya informasi yang dimiliki oleh mayoritas masyarakat Indonesia menyebabkan para penderita ODHA menerima stigma negatif yang berujung pada diskriminasi.
Tindakan diskriminasi dan stigmatisasi membuat orang enggan untuk melakukan tes HIV, enggan mengetahui hasil tes mereka, dan tidak berusaha untuk memperoleh perawatan yang semestinya serta cenderung menyembunyikan status penyakitnya. Di sinilah diperlukan komunikasi dan pendekatan yang baik dari seorang perawat, misalnya membiarkan pasien mengungkapkan isi hati dan kekhawatirannya tanpa disela, hindari penggunaan kata “mengapa” karena itu terkesan menuduh, dan jangan gunakan cara atau contoh yang negatif karena hal positif lebih menarik bagi pasien. “If you’re doing all the talking, you’re not doing your nursing assessment,” kata Gabriel.