Keberadaan klien gangguan jiwa di tengah keluarga sering menimbulkan beban bagi keluarga. Beban ini menimbulkan masalah salah satunya masalah ekonomi karena hilangnya produktivitas klien yang mengalami gangguan jiwa untuk mencari nafkah, serta tingginya biaya perawatan yang harus ditanggung oleh keluarga. Kurangnya pengetahuan keluarga terhadap masalah gangguan jiwa membuat beban keluarga menjadi makin kompleks.
Hal lain yang memperparah adalah adanya stigma dan diskriminasi bagi seseorang yang mengalami ketidakmampuan mental dan emosional. Stigma ini meliputi sikap-sikap penolakan, penyangkalan, disisihkan, dan diisolasi. Beban-beban tersebut menimbulkan stress pada keluarga yang sering memicu ketidakberdayaan di tengah keluarga. Atas dasar hal tersebut, berbagai tindakan telah dilakukan oleh keluarga untuk mengurangi tekanan akibat stress. Sayangnya tindakan yang seringkali diputuskan untuk diambil oleh keluarga untuk mengurangi stres adalah pasung.
Pengambilan keputusan tindakan pasung ini merupakan tindakan yang tidak mudah bagi keluarga karena memiliki konsekuensi yang berat. Pasung dilakukan oleh keluarga dengan berbagai cara, seperti mengikat anggota gerak (tangan dan kaki), mengisolasi di ruangan khusus dalam rumah, dan mengisolasi di ruangan khusus di luar rumah.
Beberapa upaya telah dilakukan pemerintah dalam rangka Indonesia bebas pasung. Namun belum menyelesaikan permasalah tersebut. Upaya yang dilakukan selama ini masih bersifat kuratif yaitu membebaskan klien gangguan jiwa yang dipasung dan membawanya ke rumah sakit jiwa untuk dirawat. Setelah pulih dan kembali ke keluarga, pada banyak kasus, pasung kembali dilakukan karena keluarga tidak mengerti bagaimana cara mengambil keputusan perawatan yang tepat.
Berdasarkan fenomena ini, telah ditemukan dan dikembangkan suatu upaya preventif untuk menyelesaikan fenomena pemasungan di masyarakat. Alat ukur dan intervensi ini disebut dengan kuesioner keputusan pasung Daulima (KKPD) dan terapi keputusan perawatan tanpa pasung (KPTP) dengan algoritma keputusan perawatan Daulima (AKPD) sebagai alat bantu terapi yang disebut sebagai Trilogi Pencegahan Pasung.
Divisi Ventura FIK UI melihat pentingnya memberikan pengetahuan mengenai hal tersebut kepada para perawat khususnya perawat jiwa dan melaksanakan kegiatan Pelatihan Trilogi Pencegahan Pasung. Pelatihan tersebut dilaksanakan pada Selasa-Kamis, 8-10 November 2016 di Gedung Pendidikan dan Laboratorium FIK UI Depok dan PKM Warung Jambu Bogor. Pelatihan trilogi pencegahan pasung ini memberikan pemaparan kebijakan pemerintah terkait penanggulangan pasung, pasung dalam sudut pandang Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ), konsep pasung dalam keperawatan, etik keperawatan dalam pencegahan pasung, dan upaya pencegahan pasung. Setelah mengikuti pelatihan trilogi pencegahan pasung, diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam upaya membantu memutus rantai tindakan pasung di masyarakat.
Pelatihan ini menghadirkan beberapa narasumber, antara lain: Prof. Dr. Budi Anna Keliat, S.Kp., M.App.Sc. (Guru Besar FIK UI); Prof. Achir Yani Hamid, M.N., D.N.Sc. (Guru Besar FIK UI), Dr. Novy Helena, S.Kp., M.Sc. (Staf Pengajar FIK UI), dr. Edduwar Idul Riyadi, Sp.K.J. (Kasubdit P2 Masalah kesehatan Jiwa Dewasa dan Lansia Dit. P2 MKJN, Kemenkes RI), dan Bagus Utomo (Ketua KPSI).