Kesehatan remaja merupakan isu krusial dalam upaya pencegahan HIV/AIDS di Indonesia. Angka kasus HIV/AIDS di Bali, khususnya di Kota Denpasar, menunjukkan kebutuhan mendesak untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman di kalangan remaja. Dalam konteks ini, Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia (FIK UI) melalui Kamakara Community, berinisiatif untuk menggelar program edukasi inovatif yang bertajuk “FORSHIVA (Forum Remaja Stop HIV/AIDS): Pemberdayaan dan Permainan Kartu Atraktif sebagai Upaya Promosi Pencegahan HIV/AIDS Remaja”. Kegiatan ini berlangsung dari tanggal 18 hingga 25 Juli 2024 di SMAN 2 Denpasar dan bertujuan untuk memberikan informasi yang tepat dan menarik bagi remaja tentang bahaya serta cara pencegahan HIV/AIDS.
Data dari Dinas Kesehatan Provinsi Bali mencatat adanya 1.000 kasus baru HIV/AIDS pada tahun 2023, di mana 20% di antaranya adalah remaja. Angka ini mencerminkan kerentanan yang tinggi di kalangan remaja, yang merupakan generasi penerus bangsa dan harapan masa depan. Keterbatasan pengetahuan tentang HIV/AIDS dan masih adanya stigma negatif di masyarakat menjadikan remaja rentan terhadap penyakit ini. Bahaya dari HIV/AIDS sangat serius, mulai dari infeksi oportunistik yang dapat menyerang tubuh yang sudah lemah, hingga komplikasi kesehatan jangka panjang yang mengancam kehidupan. Selain itu, ODHA juga menghadapi risiko masalah kesehatan mental akibat stigma dan diskriminasi.
Dekan FIK UI, Agus Setiawan, S.Kp., M.N., D.N., menekankan bahwa, “Edukasi kesehatan kepada remaja adalah kunci untuk mencegah penyebaran HIV/AIDS. Melalui pendekatan yang kreatif dan interaktif, kami berharap dapat mengubah stigma negatif dan memperkuat pemahaman mereka tentang kesehatan reproduksi.”
Kegiatan FORSHIVA mengadopsi pendekatan yang unik dengan memanfaatkan permainan kartu atraktif sebagai media edukasi. Pendekatan ini bertujuan untuk menciptakan suasana yang menyenangkan dan interaktif, sehingga remaja lebih terbuka untuk menerima informasi. Tim Kamakara Community, yang terdiri dari mahasiswa dari berbagai fakultas, merancang materi edukasi yang komprehensif dan sesuai dengan kebutuhan remaja.
Kegiatan dimulai dengan assessment di SMAN 2 Denpasar, di mana tim pengabdi melakukan wawancara dengan kepala sekolah dan wakil kepala sekolah untuk memahami kebutuhan serta mendapatkan dukungan dari pihak sekolah. Penyebaran leaflet informasi kepada siswa-siswi juga dilakukan, melibatkan perwakilan dari ekstrakurikuler Kelompok Siswa Peduli AIDS dan Narkoba (KSPAN) dan Palang Merah Remaja (PMR). Edukasi HIV/AIDS dimulai dengan sesi penjelasan tentang apa itu HIV dan AIDS, cara penularannya, serta dampak kesehatan jangka panjang. Melalui sesi ini, siswa diharapkan bisa membedakan antara HIV dan AIDS serta memahami pentingnya pencegahan.
Faktor risiko terpapar HIV/AIDS termasuk hubungan seksual tidak aman, penggunaan narkoba injeksi, serta penularan dari ibu ke anak. Meningkatkan kesadaran mengenai cara-cara penularan ini adalah bagian penting dari pendidikan yang diberikan. Tim juga memberikan pelatihan tentang bagaimana menolak perilaku seks bebas dengan menggunakan teknik komunikasi asertif, yang sangat penting di kalangan remaja yang tengah mencari jati diri.
Sesi permainan kartu atraktif FORSHIVA menjadi bagian inti dari program ini. Permainan tersebut dirancang untuk menyampaikan informasi penting tentang HIV/AIDS dengan cara yang menyenangkan. Para peserta diajak untuk berpartisipasi aktif, belajar sambil bermain, sehingga pengetahuan yang diperoleh dapat diingat dengan lebih baik. Kartu-kartu ini tidak hanya memuat informasi dasar, tetapi juga menjawab mitos-mitos yang sering kali mengelilingi penyakit ini, membantu mengurangi stigma yang ada di masyarakat. Selama kegiatan berlangsung, peserta diajak untuk berinteraksi dan berbagi pengalaman, dan hasil dari evaluasi program menunjukkan peningkatan pengetahuan tentang HIV/AIDS sebesar 13% di antara peserta.
Dalam konteks pengobatan, HIV tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat dikelola dengan terapi antiretroviral (ART), yang membantu mengurangi viral load dan memperbaiki fungsi sistem imun. ODHA perlu menjalani pemeriksaan rutin untuk memantau kesehatan mereka, serta mendapatkan dukungan sosial yang holistik untuk menghadapi stigma. Salah satu peserta, Viola, mengungkapkan, “Saya baru tahu banyak hal soal HIV/AIDS setelah ikut kegiatan ini. Dulu, saya pikir HIV hanya ditularkan melalui hubungan seksual, tapi ternyata ada banyak cara lain yang harus diwaspadai. Edukasi HIV/AIDS itu penting sih karena merupakan langkah pertama dari pencegahan HIV/AIDS.”
Program ini tidak hanya berhasil berkat kerja keras tim Kamakara Community, tetapi juga dukungan dari berbagai pihak, termasuk Dinas Kesehatan dan lembaga non-pemerintah. Kolaborasi ini memungkinkan pengembangan materi yang lebih baik dan penyampaian informasi yang lebih komprehensif. Dukungan dari pihak sekolah, khususnya SMAN 2 Denpasar, juga sangat penting dalam memastikan partisipasi aktif siswa. Untuk memastikan keberlanjutan program, beberapa langkah strategis disusun. Alumni program akan dilibatkan sebagai mentor bagi siswa yang baru, serta integrasi materi edukasi ke dalam kurikulum ekstrakurikuler di sekolah.
Melalui program FORSHIVA, FIK UI dan Kamakara Community telah mengambil langkah signifikan dalam meningkatkan kesadaran remaja Bali tentang HIV/AIDS. Dengan mengedukasi dan memberdayakan mereka, program ini diharapkan dapat menciptakan generasi muda yang lebih sehat, sadar akan pentingnya kesehatan reproduksi, dan berani menghadapi stigma yang ada. Keberhasilan program ini merupakan contoh nyata bahwa dengan pendekatan yang tepat, informasi dapat disampaikan dengan cara yang menarik dan berdampak positif bagi masyarakat.
Gedung A Lantai 2, Rumpun Ilmu Kesehatan (RIK), Kampus UI Depok,
Jl. Prof. Dr. Bahder Djohan, Kampus UI Depok, Pondok Cina, Kecamatan Beji, Kota Depok, Jawa Barat 16424, Indonesia.
Jl. Prof. DR. Sudjono D. Pusponegoro, Kampus UI Depok, Pondok Cina, Kecamatan Beji, Kota Depok,
Jawa Barat 16424, Indonesia.