Promosi Doktor

FIK UI Hadirkan Solusi Inovatif bagi Ibu dengan HIV: Riset Doktor Happy Hayati Kupas Tuntas Dilema Pemberian ASI

Diposting di:

1 Juli 2025

Depok, 30 Juni 2025 — Dalam konteks upaya global mencegah penularan HIV dari ibu ke anak, pemberian Air Susu Ibu (ASI) pada bayi yang terpajan HIV tetap menjadi isu dilematis yang belum sepenuhnya terpecahkan. Di tengah perdebatan antara risiko dan manfaat ASI, Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia (FIK UI) kembali menunjukkan kontribusinya sebagai pelopor solusi keperawatan yang berdampak nyata melalui promosi doktor Dr. Happy Hayati, dosen dari Departemen Keperawatan Anak FIK UI.

Dalam sidang promosi doktor yang dipimpin oleh Prof. Dr. Rr. Tutik Sri Hariyati, S.Kp., MARS, Dr. Happy mempertahankan disertasinya yang berjudul “Proses Pengambilan Keputusan Ibu tentang Pemberian ASI pada Bayi Terpajan HIV: Studi Grounded Theory.” Bertindak sebagai Promotor adalah Prof. Dr. Nani Nurhaeni, M.N., dengan Ko-Promotor Dessie Wanda, MN., PhD. dan Dr. Imami Nur Rachmawati, M.Sc. Sidang juga melibatkan para penguji lintas keilmuan yang kredibel, seperti Prof. Henny Suzana Mediani, Dr. Adriana S. Ginanjar, Prof. Dr. dr. Hinky Hindra Irawan Satari, dan Dr. Akemat, S.Kp., M.Kes.

Pemberian ASI kepada bayi yang lahir dari ibu dengan HIV adalah dilema yang kompleks: di satu sisi ASI adalah makanan terbaik bagi bayi, namun di sisi lain terdapat risiko penularan HIV. Penelitian Dr. Happy menjadi penting karena mengungkap proses batiniah dan sosial yang dijalani ibu dalam mengambil keputusan yang sangat menentukan kehidupan anaknya.

Dalam studi yang melibatkan 23 partisipan dari berbagai latar belakang—terdiri dari ibu, pasangan, tenaga kesehatan, dan pendamping Orang dengan HIV (ODHIV)—ditemukan bahwa sebagian besar keputusan terkait pemberian ASI pada bayi terpajan HIV dibuat sendiri oleh ibu, sementara sebagian lainnya dilakukan bersama pasangan. Proses pengambilan keputusan ini berlangsung dalam tiga tahapan utama. Tahap pertama adalah penghadapan dilema, di mana ibu memiliki keinginan kuat untuk menyusui bayinya, namun dihantui oleh kekhawatiran akan risiko penularan HIV. Tahap kedua adalah penempuhan jalan menuju hasil terbaik, yang mencakup upaya ibu dalam mencari informasi, mendapatkan dukungan dari tenaga kesehatan, serta mempertimbangkan berbagai faktor sebelum akhirnya mengambil keputusan untuk memberi atau tidak memberi ASI. Tahap terakhir adalah perolehan dampak dan penyelesaian program, yang mencakup respons emosional ibu setelah keputusan diambil, kondisi kesehatan bayi, serta kelanjutan dari program pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak.

Kontribusi utama riset ini adalah usulan model pendampingan pengambilan keputusan yang bersifat holistik dan terstruktur. Model ini menekankan pentingnya peran tenaga kesehatan—perawat, dokter, bidan, dan konselor laktasi—dalam mendampingi ibu sejak kehamilan hingga masa menyusui.

Pendampingan kepada ibu dengan HIV dalam proses pengambilan keputusan pemberian ASI dimulai dengan eksplorasi situasi dan keinginan ibu, untuk memahami latar belakang, nilai, dan harapan yang dimilikinya. Selanjutnya, dilakukan pemberian informasi yang tepat, akurat, dan tidak menghakimi, sehingga ibu dapat membuat keputusan berdasarkan pemahaman yang utuh. Proses ini juga mencakup penilaian kelayakan menyusui yang mempertimbangkan kondisi klinis ibu, kepatuhan terhadap pengobatan, serta ketersediaan dukungan medis. Di sisi lain, koordinasi antar tenaga kesehatan lintas profesi dan antar level fasilitas pelayanan kesehatan menjadi kunci untuk memastikan pendampingan berjalan terpadu dan konsisten. Terakhir, dilakukan pemantauan kesehatan ibu dan bayi secara berkelanjutan, sebagai bentuk evaluasi dan tindak lanjut atas keputusan yang telah diambil, sekaligus mendukung keberhasilan program pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketika ibu menjalani pengobatan HIV secara rutin sebelum persalinan, mencapai kondisi viral load tidak terdeteksi dan CD4 normal, maka menyusui menjadi aman secara klinis. Kombinasi ASI eksklusif, pemberian ARV profilaksis pada bayi, serta pencegahan luka puting terbukti mampu menurunkan risiko penularan HIV hingga nihil—dan hasil pemeriksaan HIV anak dalam studi ini menunjukkan status negatif.

Riset ini menegaskan pentingnya pembaruan kebijakan dalam upaya pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak. Beberapa aspek yang perlu menjadi perhatian utama antara lain adalah penyusunan pedoman teknis untuk konseling dan pendampingan ibu dengan HIV, agar tenaga kesehatan memiliki acuan yang jelas dan berbasis bukti dalam praktiknya. Selain itu, penyediaan sumber daya manusia (SDM) dan pelatihan lintas profesi menjadi hal krusial untuk menciptakan kolaborasi yang efektif antara dokter, perawat, bidan, dan konselor laktasi. Riset ini juga mendorong peningkatan akses terhadap fasilitas pemeriksaan viral load dan virologis anak yang lebih merata dan mudah dijangkau, guna mendukung pengambilan keputusan yang tepat dan aman. Tak kalah penting, penelitian ini membuka wacana untuk meninjau ulang kebijakan durasi pemberian ASI dalam Program Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA) yang saat ini dibatasi hanya enam bulan, padahal WHO merekomendasikan durasi pemberian ASI selama 12 hingga 24 bulan dalam kondisi tertentu, dengan pendampingan dan pengobatan yang sesuai.

“Keputusan seorang ibu tidak pernah sederhana. Riset ini menunjukkan bahwa pendekatan manusiawi dan berbasis bukti dari tenaga kesehatan dapat menjadi jembatan antara harapan ibu untuk menyusui dan upaya menjaga kesehatan anak dari HIV,” tegas Prof. Dr. Nani Nurhaeni, Promotor disertasi.

Dengan hadirnya riset Dr. Happy Hayati, FIK UI kembali memperlihatkan peran strategisnya dalam menyumbang solusi ilmiah dan aplikatif terhadap isu-isu sensitif dan multidimensi seperti HIV pada ibu dan anak. Riset ini memperkuat posisi FIK UI sebagai institusi unggulan dalam menghasilkan kebijakan berbasis riset, model pelayanan keperawatan inovatif, dan advokasi yang berpihak pada hak dan kesejahteraan pasien.

Sebagai pendidik dan peneliti di Departemen Keperawatan Anak FIK UI, Dr. Happy juga berharap agar model ini masuk dalam kurikulum pendidikan keperawatan dan dijadikan acuan praktik bagi para perawat dan petugas kesehatan di berbagai level layanan.

Bagikan artikel ini:

id_ID