Doctoral Promotion

Manajemen Diri Orang Tua dalam Mencegah Infeksi Anak Leukemia: Elsa Naviati Raih Gelar Doktor FIK UI

Posted in:

2 July 2025

Depok, 2 Juli 2025 – Infeksi yang berkaitan dengan demam neutropenia merupakan salah satu komplikasi paling serius yang dihadapi anak-anak dengan leukemia pasca-kemoterapi. Dalam konteks ini, peran orang tua sebagai caregiver utama dalam perawatan anak menjadi sangat krusial. Menjawab tantangan tersebut, Elsa Naviati, dosen dan peneliti dari Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia (FIK UI), dikukuhkan sebagai Doktor Ilmu Keperawatan setelah berhasil mempertahankan disertasinya dalam Sidang Terbuka Promosi Doktor, yang diselenggarakan pada Rabu, 2 Juli 2025 di Kampus FIK UI, Depok.

Disertasi berjudul “Manajemen Diri Orang Tua dalam Pencegahan Infeksi yang Berhubungan dengan Demam Neutropenia pada Anak Leukemia Pasca-Kemoterapi: Studi Ethnonursing” ini mengeksplorasi secara mendalam proses pengambilan keputusan, keyakinan budaya, spiritualitas, dan kolaborasi orang tua dalam mencegah infeksi pasca-kemoterapi.

Sidang ini dipimpin oleh Prof. Yeni Rustina, M.App.Sc., Ph.D. sebagai ketua sidang. Elsa didampingi oleh Prof. Dr. Yati Afiyanti, S.Kp., MN selaku promotor, serta Dr. Allenidekania, S.Kp., MSc dan Dr. Ernie Novieastari, S.Kp., MSN sebagai ko-promotor. Turut hadir para penguji lintas keilmuan, yaitu: Dessie Wanda, S.Kp., MN., PhD, Prof. Dra. Ani Margawati, M.Kes., PhD, Windy Rakhmawati, S.Kp., M.Kep., PhD, dan Prof. Dr. Dr. Murti Andriastuti, Sp.A(K).

Infeksi yang berhubungan dengan demam neutropenia merupakan salah satu komplikasi paling serius dan sering terjadi pada anak-anak penderita leukemia setelah menjalani kemoterapi. Kondisi ini tidak hanya mengancam keselamatan anak, tetapi juga menempatkan orang tua sebagai garda terdepan dalam menjaga dan merawat anak mereka di rumah. Menjawab isu krusial ini, Elsa Naviati mengangkat tema manajemen diri orang tua dalam pencegahan infeksi sebagai fokus utama disertasinya. Menggunakan pendekatan ethnonursing, Elsa menggali bagaimana nilai-nilai budaya, spiritualitas, dan dukungan dari tenaga kesehatan membentuk pola perilaku orang tua dalam merawat anak mereka yang sangat rentan terhadap infeksi pasca-kemoterapi.

Penelitian ini dilakukan di sebuah rumah sakit dan komunitas tempat tinggal informan di Semarang, melibatkan 12 orang tua dan 15 tenaga kesehatan. Data dikumpulkan melalui observasi, focus group discussion, wawancara mendalam dan studi dokumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa manajemen diri orang tua adalah proses perubahan kognitif menuju perilaku preventif, yang meliputi peningkatan kepekaan terhadap kebutuhan anak, penerapan kebiasaan hidup bersih dan sehat, keyakinan terhadap efektivitas pencegahan, penerimaan edukasi dan dukungan, serta kemampuan untuk memberi edukasi kepada orang lain. Namun, penelitian ini juga mengungkap bahwa penerapan edukasi dari tenaga kesehatan tidak selalu berjalan lancar karena adanya hambatan komunikasi, salah satunya akibat budaya lokal seperti sikap ewuh pekewuh yang membuat orang tua segan untuk bertanya yang mengandung nilai kesopanan dalam masyarakat Jawa..

Yang menarik, penelitian ini menemukan dimensi spiritual yang kuat dalam cara orang tua mengelola kecemasan dan ketidakpastian, seperti penggunaan air doa dan keterlibatan tokoh agama dalam proses pencegahan. Domain ini, meski tidak dirancang untuk menjadi fokus awal penelitian, justru muncul signifikan dalam data, dan menegaskan bahwa pendekatan keperawatan terhadap keluarga dengan anak leukemia perlu memperhatikan konteks spiritual dan budaya secara serius. Di sisi lain, kolaborasi antar tenaga kesehatan dan dengan keluarga belum berjalan optimal. Edukasi masih bersifat satu arah dan belum sepenuhnya mempertimbangkan latar belakang nilai dan cara pengambilan keputusan orang tua.

Temuan Elsa Naviati menyoroti pentingnya merancang model edukasi dan pendampingan yang bersifat holistik dan partisipatif, dengan melibatkan keluarga, komunitas sebaya, serta tokoh masyarakat dan agama. Pencegahan infeksi tidak dapat hanya bergantung pada instruksi medis semata, tetapi harus menyentuh sisi emosional, budaya, dan spiritual keluarga. Elsa merekomendasikan agar tenaga kesehatan menjalin kemitraan yang lebih kuat dengan orang tua, memahami cara komunikasi berbasis budaya lokal, serta menyediakan edukasi yang kontekstual dan memberdayakan. Selain itu, pelibatan lintas profesi secara kolaboratif dalam memberikan edukasi dan dukungan emosional sangat diperlukan untuk meningkatkan keberhasilan pencegahan infeksi.

Penelitian ini memberikan kontribusi penting dalam pengembangan keperawatan anak dan keluarga, serta memperkuat posisi FIK UI sebagai institusi yang mendorong pendekatan keperawatan berbasis budaya dan bukti ilmiah. Temuan ini diharapkan menjadi acuan dalam praktik keperawatan dan pengembangan kebijakan yang lebih inklusif dan sensitif terhadap nilai-nilai lokal dalam konteks perawatan anak dengan penyakit kronis di Indonesia.

Share this article:

en_US