Dalam dunia kesehatan yang semakin multikultural, perawat tidak cukup hanya kompeten secara klinis—mereka juga harus mampu memahami budaya, nilai, dan keyakinan pasien. Sebab kegagalan memahami latar belakang budaya bisa berdampak pada buruknya komunikasi, salah penanganan, bahkan ketidakpatuhan pasien dalam menjalani perawatan. Menjawab tantangan ini, Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia (FIK UI) menunjukkan langkah nyata melalui keikutsertaan 15 mahasiswanya dalam program internasional “Cultural Diversity in Health Care for Interprofessional Education” yang diselenggarakan oleh Fakultas Keperawatan, Mahidol University, Thailand, pada 30 Juni–11 Juli 2025.
Program ini merupakan bagian dari mata kuliah NSID 232, dan dirancang khusus untuk memperkuat pelayanan kesehatan berbasis budaya (cultural-based care) dengan pendekatan kolaboratif lintas profesi. Diikuti oleh 56 peserta dari berbagai institusi terkemuka di Asia, termasuk dari Indonesia, Taiwan, Tiongkok, dan Hong Kong, kegiatan ini menjadi forum pertukaran ilmu dan praktik antarnegara. Lebih dari sekadar kursus, program ini membawa mahasiswa FIK UI terlibat langsung dalam kegiatan lintas budaya—dari kunjungan ke rumah sakit, eksplorasi museum keperawatan, hingga observasi di komunitas Buddha dan Muslim di Thailand.
“Kami tidak hanya belajar teori, tapi juga melihat bagaimana keyakinan agama dan nilai budaya memengaruhi keputusan pasien dalam menerima perawatan. Ini membuka mata kami sebagai calon perawat,” ungkap Mellani Nadira Rosie, salah satu peserta dari FIK UI.
Dari interaksi tersebut, mahasiswa mempelajari pentingnya membangun komunikasi yang sensitif budaya, serta memahami konteks sosial dan spiritual pasien. Hal ini sangat relevan, mengingat Indonesia sendiri merupakan negara dengan keberagaman etnis dan agama yang tinggi.
Dekan FIK UI, Prof. Dr. Rr. Tutik Sri Hariyati, SKp., MARS, menegaskan pentingnya kegiatan seperti ini dalam membentuk lulusan yang utuh secara profesional dan sosial.
“Melalui interaksi lintas budaya dan kerja sama internasional, mahasiswa kami tidak hanya mengasah kompetensi klinis, tetapi juga membentuk karakter sebagai perawat yang empatik, terbuka terhadap perbedaan, dan mampu bekerja secara kolaboratif dalam konteks global,” jelasnya.
FIK UI meyakini bahwa pendidikan keperawatan harus melampaui batas kelas. Mahasiswa perlu diajak langsung ke ruang-ruang kehidupan sosial masyarakat global agar lebih siap menghadapi dinamika tantangan kesehatan dunia yang kompleks—mulai dari migrasi penduduk, wabah lintas negara, hingga konflik budaya dalam pelayanan pasien. Partisipasi mahasiswa FIK UI dalam program ini juga mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs), khususnya poin ke-3 (kehidupan sehat dan kesejahteraan) dan ke-17 (kemitraan global). FIK UI hadir tidak hanya sebagai lembaga akademik, tapi sebagai aktor strategis dalam memperkuat diplomasi kesehatan antarbangsa melalui pendidikan.
Program ini menjadi bukti bahwa investasi pada pendidikan keperawatan berbasis global bukan sekadar nilai tambah—tetapi kebutuhan mendesak di era mobilitas dan pluralitas saat ini. Dengan wawasan lintas budaya dan pengalaman kolaboratif internasional, mahasiswa FIK UI diharapkan dapat kembali ke tanah air dengan semangat baru: membangun pelayanan keperawatan yang inklusif, berfokus pada kebutuhan pasien, dan mampu menjembatani perbedaan sosial budaya dengan profesionalisme dan empati.
Inisiatif ini menunjukkan bahwa FIK UI bukan hanya mencetak lulusan yang unggul, tapi juga berdampak. Karena di balik setiap pelayanan kesehatan yang berhasil, ada pemahaman mendalam tentang manusia—dengan seluruh kompleksitas budayanya.
Gedung A Lantai 2, Rumpun Ilmu Kesehatan (RIK), Kampus UI Depok,
Jl. Prof. Dr. Bahder Djohan, Kampus UI Depok, Pondok Cina, Kecamatan Beji, Kota Depok, Jawa Barat 16424, Indonesia.
Jl. Prof. DR. Sudjono D. Pusponegoro, Kampus UI Depok, Pondok Cina, Kecamatan Beji, Kota Depok,
Jawa Barat 16424, Indonesia.