Di balik senyum ceria anak-anak dengan Down Syndrome, ada tantangan kesehatan yang jarang dibicarakan: obesitas. Penelitian menunjukkan 38%–78% anak dengan Down Syndrome mengalami kelebihan berat badan. Risiko ini muncul akibat metabolisme yang lebih lambat, rendahnya aktivitas fisik karena hypotonia, kesulitan mengenali rasa lapar dan kenyang, serta kecenderungan memilih makanan tinggi gula dan lemak.
Masalah obesitas pada anak Down Syndrome tak hanya berdampak pada penampilan fisik, tetapi juga dapat memicu komplikasi penyakit lainnya. Pencegahan dini menjadi kunci, dan peran orang tua sangat menentukan.
“Inilah mengapa perilaku makan orang tua begitu penting. Asupan makan berawal dari orang tuanya. Ketika orang tua memiliki kebiasaan makan sehat, anak akan meniru. Untuk anak berkebutuhan khusus, pola makan sehat sama prinsipnya, tapi sering kali butuh trik khusus untuk mengatasi kendala yang mereka miliki,” jelas Dr. Fajar Tri Waluyanti, S.Kp., M.Kep., Sp.Kep.An., dosen dan praktisi keperawatan anak dari Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia (FIK UI).
Kesadaran inilah yang mendorong FIK UI melalui Child Health and Well-Being Research Cluster, bekerja sama dengan BEM UI, Bidang Keperawatan RSUI, dan Perkumpulan Orang Tua Anak Down Syndrome (POTADS), mengadakan edukasi bertema “Optimalisasi Gizi Efektif dan Kesehatan Inklusif bagi Anak Down Syndrome dari POTADS”. Kegiatan ini dilaksanakan bertepatan dengan peringatan hari anak sedunia pada 9 Agustus 2025 di Gedung Laboratorium dan Pendidikan FIK UI.
“Peringatan Hari Anak Sedunia menjadi momentum penting untuk mengingatkan kita semua bahwa setiap anak, termasuk yang memiliki kebutuhan khusus, berhak mendapatkan dukungan penuh, baik dari aspek gizi, kesehatan, maupun kesempatan untuk berkembang,” ujar Dr. Nur Agustini, S.Kp., M.Si., dari Klaster Riset Child Health and Well-Being FIK UI.
Sebanyak 55 pasangan orang tua dan anak Down Syndrome mengikuti sesi ini. Orang tua mendapat pembekalan langsung dari ahli keperawatan anak mengenai pengaturan pola makan dan aktivitas fisik, skrining pertumbuhan, dan konsultasi gizi. Sementara itu, anak-anak mengikuti kegiatan games edukatif meliputi praktik membersihkan gigi dan mulut, memilih makanan sehat, dan praktik kebersihan tangan.
Bagi Sri Hartani, salah satu orang tua peserta, kegiatan ini memberi dorongan besar. “Kami jadi lebih paham cara menjaga gizi dan kesehatan anak-anak. Semoga kegiatan seperti ini berlanjut, supaya kami tidak merasa berjuang sendirian,” ujarnya.
Lebih dari sekadar berbagi ilmu, kegiatan ini membuka ruang saling dukung bagi para orang tua yang kerap merasa berjuang sendirian. Harapannya, semakin banyak pihak sadar bahwa membangun kesehatan anak Down Syndrome adalah kerja kolektif: keluarga, tenaga kesehatan, komunitas, dan masyarakat luas.
Karena pada akhirnya, pencegahan obesitas bukan hanya tentang mengurangi risiko penyakit, tapi juga memastikan setiap anak—termasuk yang memiliki kebutuhan khusus—bisa tumbuh dengan sehat, mandiri, dan bahagia.
Gedung A Lantai 2, Rumpun Ilmu Kesehatan (RIK), Kampus UI Depok,
Jl. Prof. Dr. Bahder Djohan, Kampus UI Depok, Pondok Cina, Kecamatan Beji, Kota Depok, Jawa Barat 16424, Indonesia.
Jl. Prof. DR. Sudjono D. Pusponegoro, Kampus UI Depok, Pondok Cina, Kecamatan Beji, Kota Depok,
Jawa Barat 16424, Indonesia.