Saat ini Prof. Yani aktif di LSM P3KJB (Pusat Pengembangan & Pelayanan Keperawatan Jiwa Bencana) dan LKPI (Lembaga Kajian Perawat Indonesia) sebagai penasihat. Kegiatan LSM tersebut berfokus pada pelatihan dan penelitian terkait bencana. Selain itu, organisasi lain yang diikuti Prof. Yani adalah World Society of Disaster Nursing (WSDN) dan World Academy of Nursing Science (WANS) sebagai board member. Tidak hanya itu, Prof. Yani yang memang senang berorganisasi ini juga tergabung dalam Alliance Asian Nurses Association and International Council of Nurses (ICN), khususnya dalam disaster network dan menjadi anggota Asia Pacific Emergency and Disaster Nursing Network (APEDNN).
Tidak hanya itu, Prof. Yani juga menjadi peserta Scheme for Academic Mobility and Exchange (SAME) Program tahun 2015 yang didanai oleh DIKTI. Fokus SAME Program adalah menjalin kerjasama dengan University of Hyogo khususnya dalam program pengembangan keperawatan bencana melalui pendidikan dan riset. Memorandum of Understanding (MOU) antara FIK UI dan School of Nursing Art and Science of University of Hyogo dihasilkan melalui MOU ini. Fourth World Society of Disaster Nursing (WSDN) Conference 2016 akan dilaksanakan di Jakarta pada 28 – 30 September 2016, dan merupakan kerjasama antara PPNI, P3KJB, FIK UI dan berbagai Organisasi Keperawatan Nasional dan Internasional.
Di Indonesia, Prof. Yani saat ini menjabat sebagai Ketua Kolegium Keperawatan Jiwa, Ketua Dewan Penasihat Ikatan Perawat Kesehatan Jiwa Indonesia, dan Asesor Nasional Sertifikasi Dosen. Prof. Yani juga pernah menjabat sebagai Ketua Umum Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PP PPNI) selama dua periode 2000 – 2005 dan 2005 – 2010, Tim Pakar Satgas Implementasi UU RI No. 38/2014 tentang Keperawatan dan Konsil Keperawatan (DPP PPNI), Anggota Majelis Kehormatan Etik Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (MAKERSI), Anggota Tim Pakar Dewan Riset Nasional (DRN), WHO-HQ Nursing Expert for Indonesia, WHO-SEARO Advisory Member for Nursing & Midwifery Workforce Management, dan masih banyak jabatan lainnya.
Mengajar, bagi Prof. Yani, seperti orang kecanduan karena itu sebisa mungkin beliau tidak me-reschedule jadwal perkuliahan. Walaupun kenyataannya tidak mudah. Hampir semua hal yang berkaitan dengan mengajar, menyenangkan. Namun, bila ada mahasiswa yang gagal, tentu saja menyedihkan, namun mungkin memang tidak semua orang pas untuk menjadi master atau doktor. “Ketika kemampuan akademiknya kurang, tapi dia skillful. Saya rasa, dia lebih pantas untuk jadi praktisi bukan akademisi.”
Tidak banyak yang tahu bahwa Prof. Yani menyukai renang dan teater. Bahkan ketika masih menjadi mahasiswa dulu, beliau sering kabur dari Asrama untuk menonton pentas teater “Bengkel”-nya WS Rendra. Beliau juga saat mahasiswa AKPER, pernah mengikuti pelatihan teater yang dilatih oleh Dr. Katamso. Sejak dulu Prof. Yani, yang dipanggil “Eni” oleh ayah, ibu dan saudara-saudaranya ini senang menulis. Ketika masih duduk di bangku SMP, beliau sudah menulis kajian masyarakat mengenai narkoba (waktu itu disebut obat-obatan terlarang). Dalam tulisannya, Prof. Yani memaparkan bagaimana keluarga sebagai unit sosial terkecil sangat berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak, sehingga terhindar dari narkoba. Tulisan tersebut meraih juara pertama pada lomba menulis tingkat sekolah Katolik di Lampung, kemudian kembali meraih juara pertama di tingkat provinsi. Jika sudah tidak punya uang saku, biasanya Prof. Yani menulis puisi yang dikirimkan ke RRI Palembang dengan diberi sedikit honor dari RRI.
Moto hidup yang dipegang teguh Prof. Yani adalah “tidak ada keberhasilan tanpa perjuangan. Jadi jangan main lotere deh,” ujar Prof. Yani sambil tertawa. Prof. Yani berpesan pada para mahasiswa FIK UI untuk memulai perjalanan mereka sebagai mahasiswa FIK UI dengan niat, “jika niatnya dimulai dengan mencari Ridho Allah, rasanya ladang keperawatan itu tidak salah. Karena sangat bersentuhan dengan orang-orang yang sangat membutuhkan dan juga orang-orang yang terpinggirkan.” Selain itu, mahasiswa FIK juga perlu mengasah softskill – Emotional Spiritual Quotient (ESQ) tidak hanya Intellectual Quotient (IQ). Instrumen utama keperawatan adalah komunikasi terapeutik dan therapeutic use of self yang diperlukan untuk memberikan asuhan keperawatan dalam berempati dan mendengarkan keluhan orang lain.